Pandemi Covid-19 yang masuk ke Indonesia sejak Maret 2020 lalu membuat beberapa istilah terdengar familiar di telinga masyarakat, satu di antaranya adalah istilah work from home atau WFH.
Dalam Bahasa Indonesia, WFH artinya bekerja dari rumah. Rumah sendiri bisa diartikan secara luas. Frasa ‘Rumah’ dalam istilah WFH mengacu pada suatu tempat apapun dan di mana pun selain kantor.
Sistem kerja WFH nyatanya dibutuhkan dalam situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini, sebab bisa menekan angka penyebaran kasus Covid-19.
Saat WFH, mobilitas karyawan sangatlah minim tidak seperti kondisi bekerja dari kantor atau work from office (WFO). Sehingga, sistem kerja WFH saat ini sangat dianjurkan bahkan oleh Pemerintah.
Ada banyak kelebihan dari bekerja secara WFH. Salah satu yang paling terasa adalah minimnya pengeluaran dan tenaga.
Perjalanan seorang karyawan menuju kantor mungkin menempuh berkilo-kilo meter setiap harinya. Selain habis tenaga secara fisik karena perjalanan jauh, karyawan juga harus menyiapkan uang untuk membayar transportasi.
Tapi, hal-hal seperti itu tidak ada dalam kamus WHF. Sebab, ketika bekerja dari rumah, meja kerjamu adalah kamarmu.
Melihat bagaimana kebutuhan perusahaan terhadap kemampuan karyawan di era digital, tampaknya sistem kerja WFH sendiri akan menjadi budaya kerja baru.
Pandemi Covid-19 membuktikan bahwa ada banyak pekerjaan yang bisa dilakukan dengan sistem WFH.
Dari pelayanan pengaduan konsumen, content creator produk, hingga tugas-tugas yang dilakukan oleh developer, semua bisa dilakukan dari rumah jika ada teknologi yang memadai.
Lantas, jika sekarang WFH menjadi budaya kerja baru, sejak kapan WFH sebenarnya ditemukan?
Menilik Sejarah WFH
Sebenarnya sistem kerja dari rumah telah ditemukan di awal abad kehidupan manusia.
Abad pertengahan menjadi pertanda manusia mulai bekerja dari rumah. Tapi, konsep bekerja dari rumah zaman ini berbeda dengan zaman sekarang.
Pada abar pertengahan, umat manusia belum mengenal istilah kantor. Sehingga, semua kegiatan produksi dilakukan di rumah.
Biasanya, rumah yang digunakan untuk memproduksi barang adalah rumah panjang.
Rumah ini didesain sedemikian rupa agar bisa menunjang proses produksi.
Memasuki Era Revolusi, manusia mulai mengenal istilah kantor sebagai tempat untuk bekerja.
Tapi, beberapa kegiatan produksi seperti membuat jam tangan masih dilakukan di rumah. Era ini berlangsung sekira abad 17 hingga 18.
Memasuki Era Revolusi Industri, sistem bekerja dari rumah sedikit memiliki perbedaan. Di mana tempat tinggal dan tempat bekerja dipisahkan, tapi masih dalam satu lingkungan yang sama.
Di era tersebut banyak sekolah yang dibangun lengkap dengan asrama untuk tempat tinggal para guru. Sehingga, para guru terasa dimudahkan dalam bekerja karena tidak perlu menempuh jarak jauh untuk pulang ke rumah.
Sistem ini juga masih diterapkan di abad ini. Rata-rata diterapkan oleh pabrik-pabrik yang menyediakan mess bagi para karyawannya.
Tren bekerja dari rumah memang tidak sepopuler bekerja dari kantor, tetapi pada 1970-an seorang mantan insinyur NASA, Jack Nilles mulai membuat konsep bekerja dari rumah (pekerjaan tidak dilakukan di kantor).
Teknologi komunikasi menjadi andalan setelah sistem bekerja dari rumah ini diterapkan.
Sebab, sistem bekerja dari rumah di era ini berbeda dengan sistem bekerja dari rumah di abad-abad sebelumnya, di mana karyawan tidur dan bekerja di tempat yang sama.
Melalui buku The Telecommunications-Transportation Tradeoff, Nilles bercerita bahwa dirinya mencari solusi dari kelangkaan minyak bumi akibat penggunaan transportasi.
Agar penggunaan transportasi bisa dikurangi, Nilles membuat solusi yaitu karyawan bisa bekerja dari rumah agar volume kendaraan berkurang karena tidak ada banyak orang pergi ke kantor.
Pada 1980, sistem bekerja dari rumah kemudian dipraktikkan oleh perusahaan IBM.
Menurut data Quartz, pada 2009 sebanyak 40 persen karyawan IBM bekerja dari rumah. Kebijakan ini juga menguntungkan perusahaan karena kantor tidak perlu merogoh kocek untuk memperluas tempat.