Dibalik Kepuasan Pelanggan Terdapat Kepuasan Karyawan
Mungkin kita pernah mendengar istilah “dibalik laki-laki yang kuat ada wanita yang hebat”. Seorang laki-laki akan menjadi pemimpin yang kuat dan tangguh jika disampingnya ada wanita yang selalu menjadi supporter utamanya, menjadi pendongkrak semangat saat si pria down, dan tak pernah menyerah meski dihantam berbagai cobaan. Karena itulah hakikat dari berpasang-pasangan agar hidup kita saling melengkapi.
Hakikat saling melengkapi ini tidak hanya berlaku dalam kehidupan pribadi saja. Tapi dalam bisnis pun berlaku. Masa sih? kok bisa?
Hubungan antara pelanggan – produsen adalah hubungan yang saling melengkapi/membutuhkan.
Pelanggan membutuhkan produk/jasa yang dihasilkan produsen, sedangkan produsen mendapatkan keuntungan dari produk/jasa yang dihasilkan yang akan menentukan kelangsungan jalannya bisnis tersebut. Dari sini terbentuk hubungan yang erat antara konsumen-produsen. Tentu saja mempertahankan suatu hubungan bukan hal yang mudah. Terlebih jika kita ingin mengubah konsumen tidak hanya menjadi sekedar pembeli, tapi pelanggan. Memang apa bedanya antara pembeli dan pelanggan?. Pembeli hanya sesekali membeli/menggunakan produk kita. Sedangkan pelanggan akan terus-menerus menggunakan produk kita dan enggan pindah ke kompetitor. Karena itu, jumlah pelanggan inilah yang harus dimiliki dan ditingkatkan.
Sering kita dengar slogan “customer is the king”. Inilah yang jamak dilakukan oleh pebisnis dalam memberikan layanan kelas wahid bagi pelanggannya. Menempatkan posisi pelanggan sebagai prioritas utama dan melakukan beragam upaya demi me-maintain loyalitas mereka. Bukan rahasia lagi, konsumen yang puas akan semakin setia dengan produk kita dan secara sukarela merekomendasikan pada orang-orang terdekatnya. That’s the power of mouth to mouth marketing. Lalu apa yang terjadi jika konsumen kecewa atau tidak puas?. Tanpa basi-basi mereka akan langsung meninggalkan kita, menceritakan ke lebih banyak orang tentang kekecewaannya terhadap produk atau layanan yang diterima. Akibatnya konsumen akan enggan menggunakan produk/jasa kita. Tentu kita tidak ingin hal buruk tersebut terjadi kan?
Kepuasan Pelanggan adalah Kepuasan Karyawan Juga
Sebenarnya, siapa sih dalam organisasi yang bertugas memberikan kepuasan pada pelanggannya?. Ada faktor-faktor seperti promosi, mutu produk, teknologi dll yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, namun pada hakekatnya karyawanlah yang memiliki peran yang besar terhadap proses dan timbulnya kepuasan pelanggan.
Tapi, bisakah karyawan yang tidak puas dapat memberikan kepuasan pada pelanggannya? of course not. Logikanya, apakah mungkin karyawan yang merasa tidak mendapatkan kepuasan di tempat kerjanya dapat melayani pelanggan dengan senyuman dan keramahan?. Karyawan yang merasa tidak puas memiliki motivasi kerja yang rendah sehingga mereka kurang bersemangat, enggan, dan banyak melakukan kesalahan. Tentu saja ini akan membuat pelanggan kecewa dan lari ke pesaing. Akibatnya, image perusahaan menjadi buruk disusul dengan penurunan penjualan yang akan mempengaruhi keuntungan perusahaan.
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh kinerja karyawan yang komit dengan tugasnya. Komitmen tersebut ditentukan melalui: kepuasan karyawan, motivasi karyawan, loyalitas karyawan, dan rasa bangga karyawan terhadap perusahaan. Karyawan akan memberikan kinerja terbaiknya jika memiliki motivasi yang tinggi, seperti:
1. Penghasilan secara fisik
2. Harga diri
3. Kekuasaan
4. Pekerjaan yang menarik
5. Peluang untuk berhasil
6. Merasa dianggap penting
7. Kesempatan belajar ketrampilan baru
8. Pengakuan
9. Hubungan akrab dengan sesama karyawan
10. Kesempatan untuk merealisasikan harapan
11. Merasa dianggap berguna
(Sumber: Reaching the peak performance zone, Amazon, 1994)
Sedangkan untuk mencapainya, karyawan membutuhkan faktor-faktor penunjang seperti:
1. Komunikasi dengan karyawan
2. Kebebasan berkreasi
3. Kesempatan untuk belajar
4. Karyawan sebagai rekan bersama perusahaan dalam mencapai tujuan bersama.
Kepuasan karyawan tidak hanya terkait dengan masalah pendapatan semata, masih banyak faktor lain yang mempengaruhinya. Seringkali kita lihat karyawan yang pindah ke tempat lain yang justru memberikannya gaji yang lebih kecil daripada sebelumnya.
Seperti pada teori Maslow, manusia disamping membutuhkan kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidupnya, juga membutuhkan hal lain yang bersifat non-material. Kebutuhan ini seperti kebutuhan akan rasa aman, sosial, bermasyarakat, diakui oleh pihak lain, dan aktualisasi diri.
Mendapatkan gaji yang besar belum tentu membuat si karyawan merasa nyaman, jika banyak politik kantor yang berhembus, persaingan yang tidak sehat, atau membatasi kreatifitas karyawannya. Sebaliknya, mendapatkan gaji yang tidak terlalu besar, tapi perusahaan memandang karyawannya sebagai rekan untuk mencapai tujuan bersama, memberikan kesempatan karyawan untuk meningkatkan skill dengan menyediakan pelatihan sesuai kebutuhan, memberi peluang untuk berkreasi dan memupuk sense of belonging karyawan terhadap perusahaan, akan membuat karyawan merasa sangat dihargai dan nyaman di lingkungan kerjanya.
Karyawan yang menikmati pekerjaannya akan lebih produktif daripada mereka yang kurang menikmatinya. Jika karyawan bekerja dengan lebih produktif, tentu kinerjanya akan semakin meningkat dan dapat memberikan yang terbaik bagi perusahaan, tapi juga bagi pelanggan. Pelanggan puas, kepuasan karyawan didapat, dan perusahaan pun untung.
Diolah dari sumber:
Cara Mengukur Kepuasan Karyawan, Ir. Kuswadi, MBA, 2004