GIZJELING Upaya Terakhir Mendisiplinkan Para Wajib Pajak Yang Bandel
Masa sih gara-gara tidak bayar pajak bisa DIPENJARA!
Apakah anda pernah mendengar nama Al Capone? Ya benar, dia adalah bos mafia legendaris dari Amerika yang terlibat kegiatan kriminal dan terkenal sadis dan seorang pembunuh berdarah dingin. Tahukah anda bahwa akhir dari sepak terjang Al Capone sendiri bukan karena pembunuhan, penganiayaan, perampokan, pencurian ataupun penyuapan, namun karena kasus penghindaran pajak. Jadi memang terbukti jargon terkenal di Amerika yang berbunyi :
‘Hanya dua yang PASTI di dunia ini yaitu….KEMATIAN dan PAJAK”
Penyanderaan atau pengurungan wajib pajak yang bandel juga mulai diberlakukan di Indonesia. Beberapa bulan terakhir acapkali kita mendengar kata “Gizjeling” di media masa. Istilah Gizjeling dipakai untuk menggambarkan Wajib pajak (WP) yang dipenjarakan karena belum membayar hutang pajak. Sebenarnya Gizjeling atau penyanderaan badan adalah upaya terakhir “law enforcement” Ditjen Pajak kepada penunggak pajak.
Wajib pajak dikategorikan “Bandel” atau tidak kooperatif karena sebelum upaya Gizjeling beberapa urutan tindakan yang akan dilakukan Ditjen Pajak dapat dilihat pada info grafis dibawah ini.
Rasanya istilah ini akan semakin sering terdengar pada tahun 2016 setelah berakhirnya periode Tahun Pembinaan Wajib Pajak (TPWP) pada 31 Desember 2015, Direktorat Jenderal Pajak akan memberlakukan Tahun Penegakan Hukum 2016.
DJP telah mempersiapkan dengan baik Tahun Penegakan Hukum 2016 dengan menggalang dukungan dari aparat penegak hukum seperti Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung.
Saat ini, DJP telah memiliki berbagai macam data yang dikumpulkan dari berbagai instansi baik swasta maupun pemerintah melalui kuasa pasal 35A Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang dijabarkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 31/2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi Perpajakan.
Total terdapat 61 (enam puluh satu) Institusi, Lembaga, Asosiasi dan Pihak Ketiga (ILAP) yang telah menjalin kerja sama dengan DJP dan aktif memberikan data perpajakan. Data ini sangat dibutuhkan oleh DJP guna mengecek kebenaran Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkan oleh wajib pajak.
Pengumpulan berbagai macam data tersebut menjadi dasar pengecekan terhadap kebenaran pelaporan SPT wajib pajak. DJP telah mengembangkan Center for Tax Analysis (CTA) dan Sistem Informasi Agregat yang kesemuanya digunakan untuk memudahkan pengecekan SPT wajib pajak dengan kondisi yang sebenarnya.
Jadi janganlah heran apabila perusahaan anda atau bahkan anda sendiri mendapatkan Surat Himbauan untuk memberikan keterangan tentang temuan atas penelitian SPT atau himbauan untuk melakukan pembetulan SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
Meski telah melakukan berbagai upaya dan terobosan, DJP berharap kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dapat meningkat secara sukarela. Melalui pemanfaatan TPWP 2015, DJP berharap di tahun 2016 nanti tidak ada lagi Wajib Pajak yang bermasalah dengan pidana perpajakan.
Sebelum tahun Penegakan Hukum 2016 ini berlaku, Ditjen Pajak memberikan keringanan berupa penghapusan sanksi administrasi bagi Wajib Pajak yang terlambat menyampaikan SPT Tahunan atau pembetulan SPT Tahunan. Dasar hukum dari penghapusan sanksi administrasi pajak tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 29/PMK.03/2015 dan PMK Nomor 91/PMK.03/2015.
Penjelasan detil dan contoh-contoh perhitungan sanksi administrasi denda pajak akan penulis uraikan dalam info pajak selanjutnya.
Anda sudah memanfaatkan TPWP 2015? Hubungi segera Account Representatif (AR) anda melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat atau hubungi Kring Pajak 1-500200.
Pastikan Anda tidak memiliki ‘hutang pajak’ di masa lalu dan hindarilah Tahun Penegakan Hukum 2016, karena #PajakMilikBersama.
Disarikan dari beberapa sumber oleh : Apung Alnilam [email protected]