KETANGGUHAN dan ketegaran Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam situasi sulit akibat terjangan krisis global tidak perlu lagi diragukan. Tatkala usaha-usaha di atas mereka banyak yang bergelimpangan dihantam krisis ekonomi pada 1998, usaha mikro ini tetap eksis hingga kini. Di Jakarta saja ada sekitar 700 ribu UKM yang tetap solid meski harus diterjang sejumlah masalah.

Mengapa UMKM tangguh menghadapi krisis moneter? Selain karena tak banyak tergantung pada bahan baku impor, mereka juga tidak secara langsung melakukan perdagangan internasional. Pangsa pasar yang sangat besar di dalam negeri sendiri dan tidak memiliki pinjaman yang besar di perbankan juga menjadi tameng tersendiri bagi UKM dalam menghadapi ‘serangan’ itu. Dan, mungkin yang membuat mereka lebih tangguh lagi karena tingkat resiko yang dimiliki lebih kecil dalam menyalurkan dan memanfaatkan dana perbankan.

Kini, ketika krisis global menimpa dunia dan dampaknya pun sampai ke Indonesia, sektor UKM diyakini akan mampu bertahan. Sektor UKM akan bisa melewati krisis ini dengan baik, karena umumnya UKM itu liat dan tidak gampang jatuh oleh berbagai tantangan dan tekanan dari luar. Sektor UKM terbukti mampu menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia meski dibeli persoalan-persoalan yang harus dicarikan jalan keluarnya.

Nah, salah satu persoalan klasik yang dihadapi para UKM, yakni keterbatasan modal. Banyak UKM yang mendapatkan order besar namun terpaksa tidak bisa memenuhinya, karena kekurangan dana untuk memproduksi pesanan tersebut. Banyak pula UKM yang tidak bisa membesarkan skala usahanya karena keterbatasan dana tadi.

Hingga saat ini, sumber dana utama adalah perbankan. Namun, disinilah letak persoalannya karena banyak UKM kita yang sulit mendapat kepercayaan dari bank. Penyebab utama tidak bankable tadi, karena umumnya UKM tidak mempunyai pembukuan yang baik.

Padahal, pembukuan yang baik merupakan salah satu syarat untuk memperoleh pembiayaan atau pinjaman modal dari bank.

“Walaupun sebetulnya bisnisnya bagus, ordernya banyak, namun kalau tidak punya pembukuan yang baik, bank tidak bisa memberikan pinjaman. Hal itu terkait dengan pertanggungjawaban officer maupun pimpinan bank tersebut.” Tandas Chairman PT Zahir Internasional, Fadil Fuad Basymeleh, menanggapi persoalan itu.

Berdasarkan data dari Tim Pengendalian Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (P3UMK) Kementerian Koordinasi. Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra), permodalan UKM saat ini, ternyata ‘hanya’ 18 juta unit UMKM mendapatkan pinjaman dari bank, namun lebih dari 30 juta unit belum bisa memenuhi persyaratan perbankan. Mereka melakukan usaha dengan modal yang sangat kecil dari milik sendiri, atau pinjaman dari sanak saudara, bahkan rentenir.

Persoalan tidak bankable ini harus segera dicarikan jalan keluarnya, mengingat pertumbuhan usaha mikro sangat pesat. Dari 36 juta unit pada 1990-an, menjadi 50 juta unit pada akhir 2008.

Pertumbuhan ini tak lepas dari pertambahan penduduk usia kerja sekitar 2,5 juta per tahun, mobilitas penduduk dari pekerjaan sektor pertanian ke sektor jasa dan industri dan transisi pekerjaan karena PHK akibat krisis ekonomi.

Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi tahun 2006, UMK mencakup 99,1% dari unit usaha dan menyerap 84,4% tenaga kerja, menyumbang 22% terhadap nilai tambah. Sementara itu industri besar dan menengah jumlah unit usaha hanya kurang dari 1%, menyerap tenaga kerja 15,5% dan menyumbang 70% terhadap nilai tambah. Selama 2002-2007 kontribusi UMKM terhadap PDB 54-59,5 persen dari usaha besar hanya 40-46%. Dari data ini terlihat jelas betapa pentingnya UKM dalam menopang pembangunan negara berpenghuni 240 juta jiwa ini.

Di dalam menghadapi masa-masa krisis ekonomi global saat ini, perkuatan keuangan mikro menjadi alternatif yang sangat diandalkan untuk memperkokoh tulang punggung perekonomian nasional kita. Mengapa, karena di masa selanjutnya diharapkan dapat terwujud masyarakat Indonesia yang maju mandiri dan sejahtera secara merata.

Pada gilirannya diharapkan dapat membantu melahirkan kreativitas dan inovasi di dalam pengembangan UMK untuk mendorong terwujudnya usaha mikro dan kecil yang sehat, maju, efisien, produktif, kreatif dan inovatif serta berdaya saing global.

Tampaknya kehadiran Zahir Accounting bisa menjadi pintu ke luar dari masalah yang kerap dihadapi UKM kita. Software ini bisa membantu para pengusaha UKM membuat pembukuan yang baik yang menjadi salah satu syarat agar dipercaya bank. Dengan software dari PT Zahir Internasional ini pengusaha UKM bisa dengan mudah menginput data-data transaksi pembelian maupun penjualan. Selain itu juga bisa memasukkan data persediaan barang atau inventory.

Software ini juga bisa menyajikan berbagai data pembukuan dalam bentuk laporan analisa maupun grafik secara otomatis. Hal itu akan sangat memudahkan para pengusaha UKM dalam mengambil keputusan. Bisa dibilang Zahir Accounting ini bukan sekedar software akuntansi, melainkan decision support system atau sistem pengambil keputusan. Apalgi Zahir amat mudah diaplikasikan, bahkan oleh mereka yang sama sekali tidak mengerti atau berlatar belakang ilmu akuntansi. Pengusaha UKM yang terbiasa menggunakan cara manual (tulis tangan dalam melakukan pembukuan) itu tidak merasa ada yang janggal atau aneh saat berpindah ke system computer (software) ini.

Hingga saat ini, Zahir telah dipakai lebih 7500 UKM, baik lokal maupun yang berafiliasi dengan perusahaan-perusahaan internasional. “Kami ingin melibatkan lebih banyak lagi UKM dengan mematok target pelanggan sebanyak 30.000 perusahaan di tahun 2009. Caranya adalah mengembangkan produk Zahir Accounting yang dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka,” ungkap Fadil.

Zahir Accounting yang mendapat penghargaan Best of The Best Software 2003 dari Presiden Republik Indonesia ini dikembangkan lebih 12 tahun lalu dimulai dengan Zahir Versi 1,0 pada 2006 dan Zahir Versi 5.0 sejak awal kelahirannya itu, Zahir Accounting disesuaikan dengan karakter bisnis di Indonesia, sehingga sangat cocok untuk para UKM kita. Mudah-mudahan dengan adanya software lokal ini, para UKM kita semakin lebih tangguh lagi.

Sumber: Oleh Tety Polmasari | Harian Terbit, Selasa, 7 April 2009